P Tandatangani Petisi "Stop Perkawinan Anak!", Dengarkan Suara Kami, Pak Presiden.
Forum Anak Horas Tapteng mengucapkan Selamat menjalankan ibadah puasa 1438 H #MarhabanYaRamadhan

Tandatangani Petisi "Stop Perkawinan Anak!", Dengarkan Suara Kami, Pak Presiden.

No comments :
PERNYATAAN SIKAP MERESPON PUTUSAN MAKAHKAMAH KONSTITUSI YANG MENOLAK PENINJAUAN KEMBALI TERHADAP UU PERKAWINAN NO 1/1974, PASAL 7 (1) TERKAIT USIA PERKAWINAN ANAK PEREMPUAN (Putusan No. 30-74/PUU-XII/2004, tanggal 18 Juni 2015)

Kami para akademisi, peneliti, pemerhati dan praktisi hukum, pegiat perempuan dan anak, selalu hadir dan mengamati dengan seksama setiap peristiwa hukum yang terkait masalah akses keadilan bagi anak dan perempuan.
Putusan tersebut semakin menunjukkan terjadinya pengabaian terhadap hak-hak anak perempuan untuk menikmati hak-hak dasarnya terutama untuk bersekolah, dan berkontribusi maksimal terhadap pembangunan bangsa. Hak dasar itu potensial terputus karena mengalami perkawinan anak  dengan berbagai dampak yang merugikan bagi anak perempuan dan bangsa secara keseluruhan. Anak-anak perempuan yang kawin sebelum umur 15 atau 18 tahun akan berpotensi mati karena melahirkan, atau melahirkan bayi malnutrisi dalam  jumlah besar, yang menyebabkan missing link generation bagi bangsa di masa depan.
Legalisasi perkawinan anak, melalui putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, telah menunjukkan gagalnya Indonesia dalam melakukan pembangunan sosial, dan menyebabkan  Indonesia berada di urutan bawah di antara negara-negara di dunia. Pada tahun 2013 saja Indonesia berada di urutan  no 121 di antara 187 negara,  dalam human development index   (UNDP, 2013). Ketika dunia internasional tengah menyerukan “STOP CHILD MARRIAGE”, Mahkamah Konstitusi Indonesia justru melegalkan terjadinya (potensi) perkawinan anak. Padahal Betapapun upaya pemerintah dalam melakukan pembangunan ekonomi, tidak akan berkorelasi terhadap kesejahteraan bangsa, bila pemerintah gagal melakukan pembangunan manusia dengan kebijakan sosialnya. Hal ini juga tidak menguntungkan bagi Indonesia yang sedang mengejar bonus demografi agar bisa menyejajarkan diri dengan negara-negara Asia yang akan mencapai puncak kemajuannya pada Abad Asia 2050.
Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut telah menunjukkan adanya inkonsistensi hukum karena tidak sejalan dengan berbagai instrument hukum yang  terkait dengan perlindungan anak, khususnya anak perempuan, seperti: Konvensi Hak Anak (ratifikasi melalui Kepres no 36/1990), UU no 35/2014 tentang perubahan atas UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak, Konvensi CEDAW (ratifikasi melalui UU no 7/1984), International Convention on Civil and Political Rights (ratifikasi melalui UU no 12/2005), International Convention on Economic, Social and Cultural Rights (rafikasi melalui UU no 11/2005), UU P KDRT no  23/2004,

Berbagai fakta tentang perkawinan anak (child marriage) adalah sebagai berikut:
Pertama, Indonesia adalah negara nomor 37 di dunia dan nomor dua di ASEAN  setelah Kamboja (BKKBN, 2012), dengan angka perkawinan anak  yang tinggi. Satu dari lima anak perempuan telah kawin di bawah umur, atau 11,13 % anak perempuan menikah umur10-15 tahun (Susesnas 2012),  dan 32,10 % menikah umur 16-18 tahun (BPS, 2013)
Kedua, perkawinan anak disebabkan oleh faktor kemiskinan, budaya,  (tafsir) agama, kehamilan karena tidak memiliki pengetahuan soal kesehatan reproduksi, dan penyalahgunaan media sosial di era digital sekarang ini.
Ketiga, akibat perkawinan anak adalah telah menyebabkan (a) lahirnya 4,5 juta bayi  setiap tahun yang berpotensi malnutrisi dan berat badan kurang dari 2500 gram; (b)   tingginya angka kematian ibu melahirkan dan kematian bayi yang disumbangkan dari perkawinan anak, sehingga terdapat 359 ibu mati dalam setiap 100.000 kelahiran, dan 32 bayi mati dalam setiap 1000 kelahiran.
Keempat, perkawinan anak perempuan di bawah umur akan menyebabkan putus sekolah, perceraian usia muda, kekerasan domestik, singkatnya anak perempuan akan terperosok ke dalam  proses pemiskinan dan kehilangan masa depan.
Kelima, perkawinan anak yang dekat dengan faktor kemiskinan dan perceraian usia muda, juga berkelindan dengan masalah lain seperti perdagangan anak perempuan dan anak, yang akan menjadikan mereka sebagai pekerja seks, budak, dan pengedar narkotika. Unicef Indonesia mencatat adanya 30% anak perempuan di bawah 18 tahun dijadikan pelacur. Diestimasi 40.000-70.000 anak mengalami eksploitasi seksual dan 100.000 anak setiap tahun diperdagangkan  ke luar negeri maupun dalam negeri.
Keenam, mendukung anggota Mahkamah Konstitusi, Prof Maria Farida, yang melakukan dissenting opinion dalam putusan MK ini dengan alasan segala alasannya.

Berdasarkan kenyataan di atas, maka kami menyatakan penyesalan yang sangat mendalam terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, dan dengan ini menyatakan:
Pertama, mendesak pemerintah untuk melakukan langkah-langkah pencegahan perkawinan anak dengan melakukan reformasi hukum (merumuskan hukum baru atau menyegerakan amademen UU Perkawinan No. 1/1974), dan berbagai kebijakan sosial yang penting
Kedua, mendesak pemerintah dan lembaga tinggi negara yang lain agar memikirkan dan mempertimbangkan kembali untuk mengangkat Hakim Mahkamah Konstitusi, yang tidak hanya berlatar belakang hukum tatanegara tetapi juga bidang hukum interdisipliner, agar memahami berbagai permasalahan konstitusi yang terkait permasalahan warga bangsa yang sangat beragam
Ketiga, mengajak seluruh insan hukum dan  warga masyarakat luas agar mengoptimalkan upaya perlindungan terhadap anak perempuan dan peka terhadap bahaya yang mengancam keselamatan anak perempuan di komunitasnya sendiri maupun masyarakat luas.
Kami yang menyatakan sikap:
  1. Achie Luhulima (Convention Watch, UI & LIPI))
  2. AD Eridani (Rahima)
  3. Ade Armando, Dr. (Univ. Indonesia)
  4. Ade Latifa (LIPI)
  5. Ahmad Rajafi, Dr.
  6. Ainur Rofiq
  7. Akmal Taher, Prof.  (Univ. Indonesia)
  8. Aminah Agustinah
  9. Andy Yentriyani (Univ. Indonesia)
  10. Anita Claudia (Univ. Muhammadiyah Jakarta)
  11. Anna Erliyana, Prof. (Univ. Indonesia)
  12. Anna Marie Wattie, Dr. (Univ. Gadjah Mada)
  13. Antum Ghaira Ladzi
  14. Arief Winarko
  15. Arif Aditya
  16. Aquarini Priyatna, Ph.D. (Univ. Padjajaran)
  17. Atas Hendartini Habsyah (PKBI)
  18. Avivah Yamani (langitselatan)
  19. Budi Wahyuni, Dr. (Komnas Perempuan)
  20. Budiawati Supangkat, Dr. (Univ. Padjajaran)
  21. Chan Basarudin, Prof. (Univ. Indonesia)
  22. Damona Poespowardoyo, MA (Univ. Indonesia)
  23. Desti Murdijana
  24. Dhita Aprilya (Univ. Indonesia)
  25. Dina Gasong, Dr. (Univ. Kristen Indonesia Toraja)
  26. Dina Lumbantobing (PESADA Medan WCC "Sinceritas")
  27. Eniarti Djohan (LIPI)
  28. Erna, SH, M.Hum (Univ Sriwijaya, Palembang)
  29. Fachreza Rianda
  30. Faiqoh Rahman
  31. Firdaus (ASPPUK)
  32. Fitranita (LIPI)
  33. Fitria Sari (EMAS Indonesia)
  34. Gadis Arivia, Dr. (Univ. Indonesia)
  35. Gandhi-Lapian, Prof.  (Univ. Indonesia)
  36. Gratianus Prikasetya Putra (INCLE)
  37. Hamdanah Utsman, M.Hum (Univ. Islam Jember)
  38. Haryo Widodo (Rifka Annisa Yogyakarta)
  39. Helga Worotitjan
  40. Hendra Gunawan, Prof. (Institut Teknologi Bandung)
  41. Henny Supolo, M.A.
  42. Herawati Ibrahim
  43. Iklilah Muzayyanah Dini Fajriyah, M.Si.  (Univ. Indonesia)
  44. Ikma Citra Ranteallo, M.A. (Univ. Udayana)
  45. Irwan M. Hidayana, Ph.D. (Univ. Indonesia)
  46. Issaiah Fanny S. Alam (Bhinneka)
  47. Iva Hasanah (KPS2K Jawa Timur)
  48. Iva Kasuma, S.H, M.Si. (UI)
  49. Julia Maria van Tiel, Ph.D.
  50. Kadinda Hanadifa
  51. Kanaya Triadi
  52. Khaerul Umam Noer, Dr. (Univ. Indonesia)
  53. Kristi Poerwandari, Dr. (Univ. Indonesia)
  54. Kusuma Wijaya, M.Pd. (Univ. Dr. Soetomo Surabaya)
  55. Lely Zaelani
  56. Lelyana Santosa, S.H., M.Hum.
  57. Lidwina Inge Nurtjahyo, Dr. (INCLE)
  58. Lies Marcoes (Rumah KitaB)
  59. Lilik Sumarni, M.Si. (Univ. Muhammadiyah Jakarta)
  60. Luh Putu Ari Dewiyanti
  61. M. Ilham Aji (Univ. Muhammadiyah Jakarta)
  62. Manneke Budiman, Dr. (Univ. Indonesia)
  63. Maria Hartiningsih, M.Hum (Kompas)
  64. Maria Ulfah Ansor, M.Hum (KPAI)
  65. Mariana Amiruddin, M.Hum (Komnas Perempuan)
  66. Mayling Oeiy-Gardiner, Prof. (Univ. Indonesia)
  67. Mia Siscawati, Ph.D (Univ. Indonesia)
  68. Mies Grijns (Univ. Leiden)
  69. Misiyah (Kapal Perempuan)
  70. Muhajir Darwin, Prof. (Univ. Gadjah Mada)
  71. Muktiono, S.H., M.Hum. (Univ. Brawijaya)
  72. Mulyadi Prayitno (YKPM Sulawesi Selatan)
  73. Musdah Mulia, Prof. (UIN Jakarta)
  74. Ni Loh Gusti Madewanti (Univ. Indonesia)
  75. Niat Pramudito
  76. Nina Armando, Dr. (Univ. Indonesia)
  77. Ninuk Pambudi, M.Hum (Kompas)
  78. Nosa Normanda, M.Si.
  79. Novianti Aghel
  80. Nur Iman Subono, Dr. (Univ. Indonesia)
  81. Pinky Saptandari, Dr. (Univ. Airlangga)
  82. Pitra Moeis (Common Room Networks Foundation)
  83. Pratiwi Sudarmono, Prof. (Univ. Indonesia)
  84. Pudjiati Tan, M.Psi.
  85. Putut Budi Sentosa
  86. Rachmah Ida, Prof. (Univ. Airlangga)
  87. Rahmatullah
  88. Ratna Saptari, Ph.D (Univ. Leiden)
  89. Ratna Sitompul, Dr. (Univ. Indonesia)
  90. Ratnasari (RMI Bogor)
  91. Reza Asan Sudrajat
  92. Riga Adiwoso, Dr. (Univ. Indonesia)
  93. Riris Sarumpaet, Prof. (Univ. Indonesia)
  94. Ruby Kholifah (The Asian Muslim Network [AMAN])
  95. Ruth Eveline, M.Si. (Univ. Indonesia)
  96. Salsabila Khairani
  97. Samuel Bona Tua Rajagukguk Bona
  98. Saparinah Sadli, Prof. (Univ. Indonesia)
  99. Sartika Intaning Pradhani (Rifka Annisa Yogyakarta)
  100. Sartini Saman
  101. Selly Riawati, Dr. (Univ. Padjajaran)
  102. Setyo Budiantoro (Perkumpulan Prakarsa)
  103. Shelly Adelina, M.Si.  (Univ. Indonesia)
  104. Sjamsiah Ahmad, M.A. (mantan anggota committee CEDAW, LIPI)
  105. Sipin Putra, M.Si.
  106. Sita van Bemmelen, Dr.
  107. Siti Fausiah
  108. Sri Handayani
  109. Sri Endah Kinasih, M.Si. (Univ. Airlangga)
  110. Sri Setyawati, M.A. (Univ. Andalas)
  111. Sri S. Purwaningsih (LIPI)
  112. Sulistyowati Irianto, Prof. (Univ. Indonesia)
  113. Sunarman Sukamto (PPRBM Solo)
  114. Tapi Omas Ihromi, Prof. (Univ. Indonesia)
  115. Tien Handayani, M.Si. (Univ. Indonesia)
  116. Tirtawening Parikesit, M.Si.  (Univ. Indonesia)
  117. Titiek Kartika, Dr. (Univ. Bengkulu)
  118. Tri Hastuti Nur R (Univ. Muhammadiyah Yogyakarta)
  119. Trisya Krizna Rizkyani
  120. Varinia P. Damaiyanti, M.Si. (Univ. Lambung Mangkurat, Banjarmasin)
  121. Wahyu Krisnanto, M.A (UK Darma Cendika, Surabaya)
  122. Widjajanti M. Santoso, Dr. (LIPI)
  123. Yefta Tandio
  124. Yelli Agesti
  125. Yevita Nurti, Dr. (Univ. Andalas)
  126. Yulina Dwita Putri
  127. Zumrotin (YKP)
  128. Hadi Prawira (Forum Anak Horas Tapteng)

Institusi/Organisasi
  1. AECE (Association of Early Childhood for Education)
  2. AMAN Indonesia (The Asian Muslim Action Network)
  3. ASPPUK
  4. Enet for Justice Indonesia
  5. Gerakan Perempuan INDONESIA BERAGAM
  6. Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI) Lubuk Pakam Sumatera Utara
  7. Institut KAPAL Perempuan
  8. International NGO Forum on Indonesia Development (INFID)
  9. Kalyanamitra
  10. Koalisi Perempuan Indonesia
  11. KPS2K Jawa Timur
  12. Lembaga Konsumen Jogjakarta
  13. LPSDM NTB
  14. Magenta L&R
  15. Migrant Care
  16. Perhimpunan Rahima
  17. Perkumpulan Prakarsa
  18. Prodi Kajian Gender UI
  19. Pusat Kajian Wanita dan Gender (PKWG) UI
  20. Pusat Riset Gender (PRG) UI
  21. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM
  22. Pusat Studi Wanita dan Perlindungan Anak (PSWPA) UMJ
  23. RMI Bogor
  24. Rumah KitaB
  25. We Watch Indonesia
  26. Yayasan Kesehatan Perempuan
  27. Yayasan Gasira Maluku
  28. YAO Kupang
  29. YASMIB (Swadaya Mitra Bangsa Sulawesi)
  30. YKPM Sulawesi Selatan
  31. Forum Anak Horas Tapteng

Kami sangat mengharapkan tanggapan dari Bapak/Ibu atas petisi ini melalui surel pkwg.ui@gmail.com. Bantu kami untuk menggalang dukungan sebanyak-banyaknya. Pemerintah harus tahu dan paham, bahwa persoalan perkawinan anak sudah mencapai titik darurat. Terima kasih.

No comments :

Post a Comment